MATARAM | Mandalikaplus, - Pemalsuan Sertifikat Tanah Di Lombok Barat , 5 Orang Jadi Tersangka 1 Orang telah ditahan Polda NTB. Akan tetapi Polda NTB tidak serius ungkap kasus mafia tanah, karena baru satu orang yang ditahan padahal tersangka nya 5 orang, ada apa.? Hal itu dikatakan dengan nada kecewa, Oni Husain Al Djufri pada media ini.
Setahun berlalu laporan polisi terkait dugaan pemalsuan sertifikat tanah yang berlokasi di Desa Batulayar Lombok Barat, masih belum memperlihatkan titik terang. Pelapor selaku pemilik tanah bernama Daryl Alexander Pontin melalui kuasanya Oni Husain Al Djufri melaporkan oknum developer atau pemilik perusahaan pengembang perumahan bernama M dan B, per tanggal 4 Oktober 2021 lalu, setelah mengambil alih hak atas lahan seluas 3 hektar lebih menggunakan dokumen sertifikat yang dibuat ulang atau digandakan.
Pihak polisi bahkan telah menetapkan terlapor pengganda sertifikat sebagai tersangka, berikut dengan sejumlah perangkat desa, lembaga swadaya masyarakat setempat dan oknum pejabat di Badan Pertanahan Nasional (BPN) Lombok Barat. Namun sepanjang perjalanan penyelidikan dan penyidikan dari lima tersangka, polisi baru melakukan penahanan terhadap satu orang tersangka yakni pegawai BPN.
"Laporan kami ini terkait adanya kelompok atau mafia tanah yang membuat sertifikat tanah diatas tanah atau lahan yang telah bersertifikat. Luas lahan itu 2,79 hektar telah bersertifikat. Proses berjalan namun polisi itu baru menetapkan tersangka pada Oktober 2022 lalu setelah perjalanan panjang kami membuat laporan polisi. Telah ditetapkan 5 orang tersangka, namun baru satu orang yang ditahan di Mapolda NTB," ucap kuasa penyelesaian sengketa, Oni Husain Al Djufri di Mataram pada Selasa (8/11).
Oni Husain menyampaikan kekecewaannya terhadap kinerja polisi yang tidak mengindahkan instruksi pemerintah pusat, agar institusi polri di daerah melakukan upaya masif dalam pemberantasan mafia tanah. Disisi lain pihaknya mencurigai adanya intervensi yang dilakukan oleh empat tersangka lain sehingga tidak turut dilakukan penahanan.
"Kami kecewa selaku pelapor, kenapa Polda NTB tidak menahan seluruh tersangka khususnya tersangka utamanya. Hanya yang ditahan itu satu orang pegawai BPN Lombok Barat, sementara tersangka lain tidak ditahan. Kami menyayangkan itu, kenapa institusi Polri bisa membiarkan tersangka bebas berkeliaran. Sudah jadi tersangka seharusnya ditahan agar tidak menghilangkan barang bukti," katanya.
Terkait intervensi ini, Oni Husain kembali mencontohkan pada analogi berbeda. Dimana satu tersangka yang ditahan polisi adalah petugas ukur di BPN setempat. Sementara menurut catatan kepolisian, kelompok ini telah menerbitkan 3 sertifikat palsu dari 2 sertifikat yang dimiliki untuk luas lahan tersebut. Karenanya ia berharap agar Polda NTB melakukan penahanan terhadap seluruh tersangka.
"Mestinya BPN tentu tidak dari petugas ukur, pertanggungjawaban bisa kepada Kepala BPN yang menerbitkan, laporan dari kami 2 sertifikat tapi yang muncul 3 sertifikat, satu sertifikatnya muncul menurut infonya tanpa dilakukan pengukuran. Jadi terkesan seperti terstruktur dan sistematis. Kami menduga Polda NTB mendapat intervensi dari para tersangka sehingga mereka tidak ditahan," pungkasnya.
0 Komentar